Tulisan berjalan

"Selamat Datang di https://tasihat197.blogspot.com/"

1 Juni 2013

Proses Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara RI



Pada akhir Perang Dunia II, Jepang mulai banyak mengalami kekalahan di mana-mana dari Sekutu. Banyak wilayah yang telah diduduki Jepang kini jatuh ke tangan Sekutu. Jepang merasa pasukannya sudah tidak dapat mengimbangi serangan Sekutu. Untuk itu, Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia agar tidak melawan dan bersedia membantunya melawan Sekutu.









  1. peri kebangsaan;
  2. peri kemanusiaan;
  3. peri ketuhanan;
  4. peri kerakyatan;
  5. kesejahteraan rakyat.



  1. persatuan;
  2. kekeluargaan;
  3. keseimbangan lahir dan batin;
  4. musyawarah;
  5. keadilan sosial.



  1. kebangsaan Indonesia;
  2. internasionalisme atau perikemanusiaan;
  3. mufakat atau demokrasi;
  4. kesejahteraan sosial;
  5. Ketuhanan Yang Maha Esa.




Masa persidangan pertama BPUPKI berakhir, tetapi rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka belum terbentuk. Padahal, BPUPKI akan reses (istirahat) satu bulan penuh. Untuk itu, BPUPKI membentuk panitia perumus dasar negara yang beranggotakan sembilan orang sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugas Panitia Sembilan adalah menampung berbagai aspirasi tentang pembentukan dasar negara Indonesia merdeka. Anggota Panitia Sembilan terdiri atas Ir. Sukarno (ketua), Abdulkahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Mr. Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Subarjo, Abikusno Cokrosuryo, dan A. A. Maramis. Panitia Sembilan bekerja cerdas sehingga pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.

Pada tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang kedua. Pada masa persidangan ini, BPUPKI membahas rancangan undang-undang dasar. Untuk itu, dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai Ir. Sukarno. Panitia tersebut juga membentuk kelompok kecil yang beranggotakan tujuh orang yang khusus merumuskan rancangan UUD. Kelompok kecil ini diketuai Mr. Supomo dengan anggota Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, Singgih, H. Agus Salim, dan Sukiman. Hasil kerjanya kemudian disempurnakan kebahasaannya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Husein Jayadiningrat, H. Agus Salim, dan Mr. Supomo. Ir. Sukarno melaporkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang pada sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945. Pada laporannya disebutkan tiga hal pokok, yaitu pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan undang-undang dasar, dan undang-undang dasar (batang tubuh). Pada tanggal 15 dan 16 Juli 1945 diadakan sidang untuk menyusun UUD berdasarkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Pada tanggal 17 Juli 1945 dilaporkan hasil kerja penyusunan UUD. Laporan diterima sidang pleno BPUPKI





    Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Pada sidang ini PPKI membahas konstitusi negara Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, serta lembaga yang membantu tugas Presiden Indonesia. PPKI membahas konstitusi negara Indonesia dengan menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan BPUPKI. Namun, sebelum sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. Mereka perlu membahas hal tersebut karena pesan dari pemeluk agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian timur yang merasa keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka mengancam akan mendirikan negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk menghilangkan kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai juang para tokoh-tokoh yang sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Para tokoh PPKI berjiwa besar dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Adapun tujuan diadakan pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar permasalahan cepat selesai. Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera saja sidang pertama PPKI dibuka.



    Pertama, berkaitan dengan sila pertama yang semula berbunyi ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kedua, Bab II UUD Pasal 6 yang semula berbunyi ”Presiden ialah orang Indonesia yang beragama Islam” diubah menjadi ”Presiden ialah orang Indonesia asli”. Semua usulan itu diterima peserta sidang. Hal itu menunjukkan mereka sangat memperhatikan persatuan dan kesatuan bangsa. Rancangan hukum dasar yang diterima BPUPKI pada tanggal 17 Juli 1945 setelah disempurnakan oleh PPKI disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. UUD itu kemudian dikenal sebagai UUD 1945. Keberadaan UUD 1945 diumumkan dalam berita Republik Indonesia Tahun ke-2 No. 7 Tahun 1946 pada halaman 45–48.

    Sistematika UUD 1945 itu terdiri atas hal sebagai berikut.

        Pancasila
        1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
        2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
        3. Persatuan Indonesia.
        4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
        5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.




        Tidak ada komentar:

        Posting Komentar